Sabtu, 17 Mei 2014

Tinta Emas Kesabaran dalam Kertas Perjuangan



Kembali mengingat kenyataan bahwa aku memang mahasiswa yang kuliah di pelosok Banten, ya aku menyebutnya pelosok Banten. Satu-satunya perguruan tinggi negeri di provinsi Banten. Provinsi dengan gubernur seorang wanita, satu-satunya gubernur wanita di Indonesia. Seorang pemimpin dengan usia paruh baya memimpin provinsi yang masih remaja.
Pagi ini lagi-lagi pemandangan tak sedap tersapu oleh mata bundarku. Setumpukan sampah persis disamping gedung kuliahku. Melesat sedikit terlihat hiruk pikuk lingkungan terminal dengan banyak kendaraan-kendaraan dari mulai angkot hingga bus kota.
“eh nanti sore rapat yah? Dapet jarkoman ga?”
“Iya.. di aula PKM kan?”
Salah satu teman dikelas membuka obrolan dipagi menjelang siang ini. Jam terlihat sudah pukul 09.45 Wib, 15 menit lagi perkuliahan akan segera dimulai. Sejak 10 menit yang lalu aku tetap duduk sembari sesekali melihat pemandangan yang tak menyejukkan mata. Kelopak mataku sangat tidak bersahabat hari ini. Ada sedikit rasa sakit yang menyebar disekujur tubuhku. Lelah. Sudah hampir sebulan aku menjadi pengurus disalah satu organisasi kemahasiswaan dikampus. Bukan dorongan hati, tetapi suatu kewajiban. Jadi kalangan minoritas yang seolah asing. Padahal kami memiliki keyakinan dan kepercayaan yang sama. Ya Rabb. Kuatkanlah aku.
***
Kakiku melangkah melewati gedung-gedung perkuliahan, kali ini matahari sudah menyerahkan tugasnya kepada sang rembulan. Ada sedikit luka pada bagian kecil dalam tubuhku. Sekeping kecil ciptaan Allah yang memiliki pengaruh besar untuk hidup dan kehidupanku. Ya rasanya hati ini seperti tak mampu menahan cabikan-cabikan itu. Aku berjalan dengan pandangan kabur dan ujung kaki yang menahan sakit. Tak kusadari ada sesuatu yang hampir pecah. Berkaca-kaca. Lalu perlahan mengalir membasahi pipiku.
Dasar cengeng. Pantaskah kamu mengeluh dalam membela agama Allah? Tidak ingat dengan apa yang telah Allah janjikan kelak? Ada atau tidaknya kamu di jalan dakwah ini, dakwah ini akan tetap diperjuangkan. Jika seperti ini saja kamu sudah mengeluh? Bagaimana akan menjadi seorang pemimpin untuk negeri yang gersang ini.
Tak terasa aku berjalan hampir 10 menit.
“yan, baru pulang? Udah makan belum? Linda udah masak nasi tuh”
“iya ni nda, biasa abis rapat. Mau mandi dulu lah”
Alhamdulillah aku memiliki teman kost yang begitu ramah dan perhatian padaku.
Setelah selesai salat isya, langsung kuhempaskan tubuh yang ringkih ini diatas kasur busa yang lepek, kasur yang tak jauh beda dengan alas-alas tidur para pengemis disudut-sudut jalanan. Ya setidaknya diriku lebih beruntung dari para pengemis itu. Maka tak pantas bagiku untuk lagi-lagi mengeluh dan mengeluh. Mataku terpejam, sudah tak sanggup lagi untuk bekerja. Lelah. Akan tetapi pikiranku mulai berjalan-jalan, menyusuri tapak-tapak perjalanan dakwah ini. Hal apa sebenarnya yang membuatku tertarik untuk masuk dalam lingkaran aktivis KAMMI? Padahal banyak orang yang mencaci, melecehkan, bahkan mengatakan sesat. Tapi ada satu hal yang mereka tidak mengetahuinya. Ada rasa nyaman tersendiri dalam hati ketika aku bergabung bersama KAMMI. Aku tidak mendapatkan itu dalam organisasi mana pun. Ukhuwah yang erat, rasa cinta yang tumbuh dan berkembang karena Allah. Bukan. Bukan itu. Bukan KAMMI. Ya bukan KAMMI. Tetapi manisnya Islam yang kudapati di KAMMI. Itulah yang membuatku cinta dengan KAMMI.
Renunganku malam ini membawaku terbang ke alam mimpi. Mimpi dengan logika manusia yang tak akan pernah sampai, terlebih untuk tanah airku tercinta dengan gelar negeri yang paling terkorup didunia, tapi aku yakin bahwa Allah pasti memiliki cara untuk mengabulkan itu semua. Bermimpi hidup di negeri yang memiliki suasana lingkungan yang nyaman, sejahtera, dan tak akan kulihat lagi tumpukan-tumpukan sampah disamping gedung kuliahku. Mimpi anak-anak itu. Anak-anak yang pintar dan cerdas tapi hak mereka untuk merasakan duduk dikursi dalam ruangan yang dihiasi gambar presiden, wakil presiden, burung garuda, papan tulis, putihnya kapur, dan dibina oleh guru yang ramah nan baik hati itu hanya sekedar mimpi.
***
Pagiii.. kunikmati pagi yang merona ini di pelataran kampus tercinta. Burung-burung mengedipkan matanya genit. Dedaunan tua menjadi indah bersamaan dengan tiupan angin yang tak begitu kencang. Seolah terlukis pada awan yang putih itu wajah-wajah berseri penuh cinta. Tanpa sadar ada sebersit rindu dalam dada ini. Rindu pada kebersamaan yang ada di KAMMI. Ya akhir-akhir ini aku terlalu sibuk dengan urusan-urusan lain. Begitu pula dengan mereka. Ya Rabb. Perjuangan dakwah ini rasanya begitu berat, sampai-sampai waktu untuk berjumpa dengan mereka saja sangat sedikit. Semoga kelak Engkau ridhoi kami untuk masuk kedalam Jannah-Mu.
Hari kemarin kujadikan cambuk untuk memacu semangat dakwahku. Cacian dan makian itu adalah bumbu, yang akan hambar jika hilang keberadaannya. Istirahat itu cukup di surga saja, yang kelak telah Allah janjikan pada hamba-hamba-Nya yang istiqomah balasan surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai. Karena PERJUANGAN adalah KESABARAN yang tak ada batasnya. J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar