Kamis, 11 September 2014

Tubuh Waktu


Aku ingin bersandar pada ricik sang hujan
Karena aku temukan wajah teduhmu terlukiskan awan
Aku ingin melebur bersama pelangi
Agar setiap hujan kau rindukan satu warna kehidupan
Aku ingin memeluk cahaya bulan
Karena disana kutemukan sebuah ketulusan

Aku menggigil dalam sebuah rayuan
Aku buta melihat keindahan
Aku pincang mengikuti pelarian
Tapi jika senja dapat kucari dibola matamu yang sayu
Biarkan aku kecup semua kesakitan

16 Agustus 14
Yasimini

Kamis, 12 Juni 2014

Nasihat dalam Sebuah Kekonyolan dalam Novel Manusia Setengah Salmon Karya Raditya Dika



Manusia Setengah Salmon merupakan novel terakhir yang saya apresiasi dalam tugas Apresiasi Prosa Fiksi. Awalnya saya bingung harus mengapresiasi novel ini menggunakan pendekatan apa. Tetapi kemudian saya berpikir ada baiknya diapresiasi dengan pendekatan emotif. Mungkin novel ini saya kategorikan ke dalam novel komedi. Secara langsung maupun tidak langsung dalam setiap alur ceritanya Raditya Dika berusaha membawa pembaca untuk tertawa setiap kali membaca cerita dalam novel tersebut.
Setelah membaca hampir setengahnya dari banyak judul yang ada di novel ini. Saya berinisiatif untuk melihat dalam bentuk filmnya, karena saya sudah merasa agak bosan dengan alur ceritanya. Tetapi setelah melihat filmnya, saya berhasrat kembali untuk melanjutkan membaca novel tersebut. Ada perbedaan yang mencolok antara film dan novelnya. Dan saya lebih suka membaca novelnya, karena di filmnya banyak adegan yang tidak ada dan tidak sesuai dengan novel.
Namun dari keseluruhan, novel ini sukses membuat saya tertawa-tawa sendiri. Cerita-cerita konyol yang mungkin orang tidak pernah berpikiran sampai kesitu.
Jika saya memasukkan Kalpanax ke dalam sup jamur, apakah sup tersebut akan lenyap?
Orang pintar minum tolak angina. Laki-laki minum ekstra joss. Sebagai laki-laki pintar, saya meminum keduanya secara bersamaan.
Setiap kali saya dengar orang berteriak marah-marah, ‘Anda enggak tahu siapa saya?!’, saya selalu berpikir, kasihan sekali orang ini tiba-tiba pikun. (Hlm 69)
Dan masih banyak lagi bagian-bagian cerita yang terkadang tidak masuk akal dan Raditya Dika mampu berpikir sampai pada tahap itu dengan kekonyolannya.
            Namun dari novel “Manusia Setengah Salmon” ini saya tertarik pada satu tema yang diangkat oleh Raditya Dika, yaitu kekonyolan cinta. Saya sangat tertarik pada bab yang berjudul Jomblonology. Raditya sukses mengelompokkan jenis-jenis jomblo ke dalam beberapa kelompok. Ini agak lucu namun menggelitik. Seperti seorang yang terpelajar namun mampu menembus batas kebiasaan orang diatas rata-rata dengan tindakan yang aneh dan terkadang sedikit tidak masuk akal, namun lucu. Seolah buku diary yang menceritakan kisah hidup yang penuh makna dan penuh lelucon. Sungguh menarik, dan setidaknya dapat sedikit menghilangkan kepenatan ketika membacanya.
            Raditya mampu menceritakan manis dan pahit cinta lewat sebuah kekonyolan. Disaat kebanyakan orang menulis karangan-karangan melankolis tentang cinta, Ia mampu menciptakan karangan bertemakan cinta dengan sebuah kekonyolan. Misal pada bab yang berjudul Hal-hal untuk diingat ketika kencan pertama.
Kejutkan si cewek dengan gaya berpakaianmu yang unik, macho, tetapi sensitif. Jemput dia dirumahnya dengan memakai kostum Power Ranger pink.
Jika bertemu orangtuanya, usahakan untuk sopan. Puji ibunya dengan baik, tetapi tidak berlebihan seperti, ‘Wah, Tante menua dengan baik ya.’(Hlm 39)
Lalu ketika menggambarkan kegalauan pun Raditya Dika mampu memgemasnya dengan kekonyolan yang tak biasa orang tuliskannya dalam sebuah novel. Disaat orang lain memakai metafor-metafor yang indah dalam menggambarkan kegalauan atau cinta, tapi Dika berbeda.
Jatuh cinta sama kamu itu kayak naik histeria. Dibawa naik pelan-pelan, lalu dijatuhin tiba-tiba.
Naksir diam-diam itu komidi putar. Seakan berjalan, tetapi sebenarnya tidak kemana-mana.
Seandainya jatuh cinta itu ada tukang parkirnya, bisa diberhentikan sebelum mentok. (Hlm 206)
Tetapi diluar itu semua, ternyata novel konyol ini mengandung makna yang begitu dalam tentang Salmon dan Perpindahan. Dalam novel sekonyol ini, lagi-lagi Dika mengajak kita untuk mengambil pelajaran dari Ikan bernama Salmon. Salmon yang setiap tahunnya harus bermigrasi melawan arus sungai berkilo-kilo meter jauhnya hanya untuk bertelur. Layaknya kehidupan kita sebagai manusia yang terus berpindah-pindah. Dari bayi pindah menjadi anak-anak hingga dewasa. Dari sedih menjadi senang, atau sebaliknya. Dan semua cerita-cerita konyol yang termuat dalam novel ini pada hakikatnya menggambarkan perpindahan dalam kehidupan nyata.
Gue jadi berpikir, ternyata untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik, gue gak perlu menjadi manusia super. Gue hanya perlu menjadi manusia setengah salmon: berani pindah. (Hlm 256)

Perasaan dan nuraniku untuk Valent dan Rafky dalam Novel Lelaki Terindah Karangan Andrei Aksana



Sudah kualami perih karena kehilangan
Sudah kureguk kecewa karena ditinggalkan
Sudah ku didera luka karena dikhianati

Semuanya belum seberapa

Hanya satu derita yang paling menyiksa
Jatuh cinta
Tapi tak bisa memiliki
(Andrei Aksana)

Cinta adalah satu kata yang tak mampu terdefinisikan secara detail oleh setiap nurani yang sedang merasakannya. Cinta pun terkadang aneh, unik, menarik, bahkan terkadang menjadi topik terhangat untuk diperbincangkan. Entahlah cinta itu memiliki makna seperti apa dan bagaimana, karena kehadirannya terkadang membuat bahagia dan terkadang membuat kecewa. Itulah yang saya rasakan ketika membaca novel Lelaki Terindah karangan Andrei Aksana. Satu kata untuk novel ini, keren. Luar biasa indah, unik, dan menarik. Andrei mengemas novel percintaan ini dengan bumbu metamorf yang indah. Setiap kalimat tersusun atas kata-kata kiasan yang begitu banyak membuat pembaca hanyut dan merasakan berbagai perasaan yang berbeda-beda. Mungkin ada yang ketika membaca novel Lelaki Terindah ini merasakan jijik karena dalam novel ini dikisahkan tentang percintaan lelaki dengan lelaki. Akan tetapi, saya merasakan hal yang berbeda ketika membaca novel ini. Novel ini membuat perasaan saya senang, bahagia, senyum-senyum sendiri ketika membacanya hingga perasaan sedih, kecewa, haru, dan menangis. Cukup waktu 4 jam untuk membaca novel yang tebalnya hingga 214 halaman ini. Bahkan saya membaca ulang setiap kata dan kalimat yang membuat saya senang membacanya. Selipan-selipan sajak puisi membuat pembaca tak akan pernah bosan untuk terus membaca kisah percintaan Rafky dan Valent ini hingga selesai.
Halaman demi halaman pertama saya baca hingga saya menemukan satu bait kata-kata yang membuat rasa dalam dada hanyut kedalam cerita tersebut. Andrei membuat saya berpikir bahwa terkadang kebenaran membuat kita tersiksa.
Seperti dikejar bayang-bayang
Meski tak melakukan kesalahan apa-apa
Mengapa kebenaran justru membuat kita
selalu merasa tersiksa
Barangkali karena kebenaran telah lama terpenjara (Hlm 16)

Pada bagian ini padahal cerita belum dimulai, tetapi dengan alur yang maju-mundur Andrei sukses membuat pikiran dan perasaan saya berimajinasi dengan mudah dan bebas. Dalam novel ini,tokoh Rafky meminta kepada tokoh Aku (lelaki juga) untuk menceritakan kisah cintanya dengan tokoh Valent yang berawal dari liburannya di Bangkok.
Berlama-lama dengan novel ini membuat saya bahagia, Andrei sukses menggambarkan isi hati Rafky yang sedang jatuh cinta melalui kata-kata yang saya yakin tak banyak orang mampu menggambarkannya lewat baris-baris kata.
Senyum yang membuat Rafky terpesona. Terjerat. Sekaligus merasa teduh, untuk alasan yang tak ia mengerti.(Hlm 32)
Kisah cinta antara lelaki gagah dengan lelaki yang lembut ini memberikan sensasi tersendiri bagi saya. Aneh, lucu, tapi membuat hati haru. Pertalian antara lelaki gagah dan perkasa (Rafky) dengan lelaki gagah sekaligus lembut (Valent). Padahal kita semua mengetahui bahwa kisah cinta seperti ini telah banyak yang melakukannya, tetapi bukan itu, bukan karena saya pun menyukai sesama jenis tetapi lebih pada setiap baris-baris kata yang dipakai Andrei mampu menghipnotis pembaca untuk turut merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh-tokoh dalam novel tersebut. Pada halaman 37 Andrei menggambarkan kondisi fisik Valent seperti ini,
Dari samping profil wajahnya demikian sempurna. Seperti lukisan hasil goresan maestro abad silam. Hidungnya yang mancung adalah tatahan pualam tak bercela. Dagunya landai menawan dan membentuk di bagian tengah, seperti samudra berpalung. Kelopak matanya menyerupai bulan sabit, saat terpejam pun mampu menyinari malam. Dihiasi bulu mata yang lentik, seperti derai cemara yang dibelai angin.
Ia bukan hanya tampan.
Ia cantik…
Ia bidadari yang mewarnai musim semi…. (Hlm 37).
            Saya merasakan hal yang membuat perasaan saya senang, ketika saya berimajinasi menjadi seorang Rafky yang mencintai Valent atau sebaliknya Valent yang juga mencintai Rafky. Mencintai seseorang terkadang membuat hati kita bahagia luar biasa, dan Andrei sukses membuat saya bahagia melalui penggambaran tokoh Rafky dan Valent yang saling mencintai ini. Tokoh Rafky yang bertemu dengan tokoh Valent dalam penerbangannya menuju Bangkok awalnya cuek dan sama sekali tidak peduli dengan Valent hingga ternyata sedikit demi sedikit mulai peduli. Satu hal yang saya garis bawahi,
Tak seorang pun menyadari. Jembatan perasaan dibangun di atas kata-kata. (Hlm 39).
Hal tersebut yang terkadang kita tak menyadarainya. Tak saya pungkiri bahwa ketika jatuh cinta, semua berawal dari kata-kata. Novel ini membuat saya seolah terbang pada tumpukan awan cinta, bahagia. Entahlah, mungkin ketika membaca novel ini saya sedang merasakan jatuh cinta pula. Judulnya jatuh cinta, bukan berarti saya mencintai sesama wanita.
            Kisah percintaan ini saya ikuti terus, saya baca terus tanpa saya potong sedikit pun. Pembaca seolah dibuat sah sah saja dengan kisah percintaan terlarang ini oleh Andrei, bahkan mungkin lebih indah dan penuh tantangan. Tak pernah ada yang menyadari bahwa akhirnya Rafky dan Valent malah berlibur seperti sepasang suami istri di Bangkok. Valent seperti seorang wanita yang mengikuti kemana pun kekasihnya pergi. Dari mulai pergi ke Ayutthaya (ibukota pertama Thailand), Thon Buri (kota asli Bangkok), Loy Krathong Festival, The Golden Mount hingga Grand Palace. Valent seperti lupa tujuan utama dirinya berlibur ke Bangkok itu untuk apa. Valent hanyut dan mengikuti arah hatinya bersama Rafky. Terlebih permainan kata yang dipakai oleh Andrei seperti tak rela jika mereka berdua terpisahkan,
Bukankah kita adalah angka genap. Tak mungkin menjadi bilangan ganjil, selama tidak dikurangi. Kita terhimpun dalam suatu bagian lengkap, jumlah tetap yang tak bisa dikali dan dibagi. (Hlm 61)
            Ketika tokoh Rafky menceritakan kepada tokoh Aku tentang kejadian pada suatu malam dengan tokoh Valent, tokoh Aku enggan untuk menuliskannya dalam sebuah cerita, tetapi ada sebuah kalimat yang saya sukai dalam dialog antara tokoh Rafky dengan tokoh Aku.
Jangan pernah menyembunyikan sejarah. Karena suatu hari, kebenaran akan terbongkar juga. (Hlm 79)
Dalam novel percintaan yang indah ini ternyata ada nilai sosial yang diajarkan. Tidak hanya sekedar kisah percintaan yang menguras emosi dan hati.
            Berbicara tentang kisah percintaan, tentunya tidak lepas pula dari kebimbangan yang terkadang datang menghampiri. Dalam novel Lelaki Terindah ini ada bagian yang menceritakan tokoh Rafky yang bimbang dengan apa yang sedang ia rasakan, terlebih ketika penyakit diabetes Valent kambuh. Seperti seorang lelaki yang mengkhawatirkan kesehatan wanita yang dicintainya. Dari sini lah kejadian yang tak terduga terjadi.
Rafky membiarkan ke mana pun jari Valent beranjak pergi. Menelusuri wajahnya, merayap ke telinganya, turun ke lehernya, membelai lengannya, meremas dadanya… (Hlm 82)
Rafky termangu seperti pengembara yang sesat. Hanya ada dua pilihan. Berjalan terus. Atau berhenti dan mati terbakar di gurun tandus. Dua tawaran yang sama-sama tidak memberikan harapan pasti. (Hlm 82)
Semuanya pun terjadi diluar kesadaran Rafky. Setelah sadar bahwa Rafky mencintai seorang lelaki, dia mengutuk dirinya sendiri. Memukul pintu kamar mandi sekeras-kerasnya. Seperti tak terima bahwa dirinya yang hampir sempurna itu menyukai sesame jenis. Tapi tak bisa dipungkiri bahwa Rafky memang jatuh cinta pada Valent. Dalam hal ini pun, saya seolah merasakan kebimbangan Rafky. Kebimbangan yang menuntut sebuah pilihan. Malam itu pun Rafky pergi meninggalkan Valent, membuat Valent terlena dan merana. Seolah kehidupannya hancur seperti hancurnya hati yang berkeping-keping.
            Namun dalam kebimbangannya, Rafky kembali lagi kepada Valent. Membawa rasa yang memang tak seharusnya dirasakannya kepada Valent. Lagi-lagi Andrei membuat pembaca seolah tak rela jika tokoh Rafky dan tokoh Valent berpisah.
            Tak hanya perasaan senang dan bahagia ketika membaca novel ini, mencapai puncak cerita perasaan saya mulai sedikit sedih. Sedih karena cinta Valent dan Rafky harus terpisah, tidak bisa menyatu. Tetapi di sisi lain pun saya merasakan kecewa jika saya berada dalam posisi seperti Rhea (kekasih Rafky) dan Kinan (kekasih Valent). Dalam hal ini, Andrei sukses sekali membuat pembaca merasa kecewa, galau, sedih, dan berbagai perasaan yang memang unik untuk dirasakan. Belum lagi kekecewaan yang sudah tentu dirasakan oleh orangtua Valent dan Rafky. Saya pun akan merasakan hal yang sangat-sangat kecewa jika berada di posisi mereka, tetapi saya pun tak rela jika cinta Rafky dan Valent tidak bersatu. Dalam bawah sadar saya merasa bahwa cinta yang terjalin antara Valent dan Rafky adalah cinta yang penuh perjuangan, penuh tantangan.
            Mendekati ending air mata saya sempat menetes, terlebih ketika Andrei menceritakan ke belakang tentang bagaimana sayangnya ibu Valent terhadap anaknya itu. Bagaimana ia seorang diri mengurus anak laki-laki yang satu-satunya itu. Akan tetapi Valent pun tak pernah meminta diciptakan menjadi seorang laki-laki lemah yang mencintai laki-laki pula. Semua keadaan ini memaksa air mata saya untuk tumpah. Cinta Valent tanpa alasan kepada Rafky,
“Aku mencintaimu, karena aku mencintaimu, Raf,” bisik Valent dengan mata berkaca-kaca. “Tak perlu alasan lain…” (Hlm 194)
            Semua berakhir dengan kekecewaan, kesedihan. Karena Valent menutup mata dengan batin yang tersiksa. Sekali lagi saya katakan bahwa novel ini mampu membuat perasaan pembaca berubah-ubah, seolah memainkan perasaan pembaca melalui kata-kata. Menghipnotis pembaca melalui kata-kata. Dengan kata seseorang mampu tertawa, dengan kata seseorang mampu menderita, dengan kata pula seseorang mampu menggambarkan cinta.

Minggu, 08 Juni 2014

Pudarnya Semangat Nasionalisme Pemuda Indonesia



"Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia" (Soekarno)
 Lagi-lagi pemuda yang disebut-sebut. Tak bisa dipungkiri bahwa pemuda adalah tonggak atas kemajuan suatu bangsa. Pahlawan-pahlawan Indonesia terdahulu adalah mereka yang mengaku dirinya seorang pemuda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pemuda adalah yang berusia muda, yang berjiwa muda, generasi sebelum generasi tua. Sudah menjadi goresan sejarah bahwa Indonesia merdeka berkat golongan orang-orang muda yang mendesak golongan orang-orang tua. Pemuda menjadi cermin peradaban suatu bangsa. Pemuda menjadi tonggak perubahan sebuah negara. Pemuda merupakan garda terdepan dalam suatu peperangan.
Sadarkah kita bahwa Indonesia sedang meradang? Tahukah kita bahwa Indonesia telah sekarat dalam kepemimpinan? Indonesia sedang mengalami sakit yang berkepanjangan dan tak kunjung sembuh. Memang betul bahwa Indonesia merupakan negara kaya dengan sumber daya alamnya yang melimpah ruah. Bahkan tongkat kayu yang ditancapkan diatas tanah Indonesia akan menjadi suatu tanaman. Begitu kayanya Indonesia dengan emasnya, peraknya,  batu baranya, minyak buminya, dan segala kekayaan alam lainnya.
Lalu pertanyaannya mengapa Indonesia bisa mengalami sakit parah yang berkepanjangan? Tidak sejahteranya kehidupan rakyat, kelaparan dimana-mana, anak putus sekolah tersebar dijalanan, goyangnya perekonomian negara oleh para tikus-tikus berdasi yang katanya membela hak rakyat. Siapakah yang patut dipersalahkan atas membaringnya kesakitan Indonesia saat ini? Presiden kah? Pemerintah kah? Para koruptor kah? Atau gembel-gembel disudut-sudut kota yang telah merusak keindahan jalanan? Siapa? Siapa yang patut disalahkan?
“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri” (Soekarno)
Perkataan Sang Proklamator Indonesia pun menyadarkan diri saya akan perjuangan masyarakat Indonesia melawan permasalahan-permasalah yang ditimbulkan oleh bangsanya sendiri. Lahirnya pemimpin-pemimpin karbitan merupakan hal yang lumrah dan terjadi diseluruh lapisan masyarakat Indonesia. Ini merupakan salah satu faktor penyebab meradangnya kesejahteraan Indonesia. Bak duri dalam daging, kecil tapi menyakitkan. Bahkan bisa menimbulkan kematian. Atau memang kesejahteraan di Indonesia sudah mati?.
Kita kembali pada permasalahan siapa yang bertanggung jawab atas kesakitan yang diderita bangsa Indonesia? Jawabannya adalah pemuda. Pemuda lah yang akan menjadi agent of change untuk menyembuhkan sakitnya kesejahteraan di Indonesia. Tapi pertanyaan selanjutnya adalah mengapa kesakitan Indonesia terus menerus memburuk dan nyaris mati padahal  dari tahun ke tahun, dari masa ke masa pemuda pasti lah ada dan menjadi salah satu elemen yang hidup dan nyata. Ada apakah dengan pemuda Indonesia? Atau mungkin disinilah permasalahan sebenarnya? Apakah pemuda merupakan virus dari kesakitan yang diderita bangsa Indonesia? Bisa saja hal itu benar adanya. Semua kemungkinan dapat terjadi. Coba kita tengok kembali permasalahan-permasalahan yang sedang melanda negeri kita tercinta ini. Bobroknya moral pemuda Indonesia menyebabkan permasalah-permasalah selanjutnya seperti maraknya penggunaan narkoba, maraknya seks bebas dikalangan pemuda, hingga kemudian maraknya pencurian yang disebabkan tekanan candu obat-obatan terlarang. Belum lagi kasus pelecehan seksual dikalangan remaja.
Diluar itu semua, Indonesia seperti baik-baik saja. Karena sakit yang diderita adalah sakit kecil yang berkepanjangan dan tak ada obat yang mampu menyembuhkannya. Bagaimana mengobatinya jika yang sakit adalah obat itu sendiri.
Rasa cinta tanah air yang semakin memudar merupakan salah satu sebab mengapa pemuda Indonesia cenderung apatis terhadap bangsanya. Bisa kita buktikan bahwa para pemuda Indonesia saat ini lebih hafal lagu-lagu bangsa lain (k-pop, j-pop) daripada lagu bangsanya sendiri. Bahkan para pemuda Indonesia lebih hafal personil-personil boyband dan girlband dibandingkan para tokoh pejuang, para pahlawan bangsanya sendiri. Bahkan tak menutup kemungkinan lagu kebangsaannya sendiri pun lupa dan tak hafal.
Apa salahnya kita menjadi pelopor untuk sembuhnya kesejahteraan yang sedang sakit ini di Indonesia? Semua berawal dari diri sendiri. Jadilah pemuda yang bangga dengan bangsanya sendiri. Jadilah generasi penerus yang siap menggoreskan sejarah pada dunia. Pemimpin yang hebat adalah pemuda yang mampu mengatakan kesalahan itu salah dan kebenaran itu benar.


Yasimini (Yayan Siti Amyani)
Departemen KASTRAD 2014
KAMMI Kom. UNTIRTA
Kabinet Pengukir Jejak

Jumat, 23 Mei 2014

Putri, Ratuku



Cinta tak lagi menjadi hal indah dalam hidupku. Bagiku kini hanyalah bagaimana agar aku dapat hidup seorang diri tanpa harus mengiba pada orang lain. Terkadang aku berpikir mengapa orang-orang begitu merasa menjijikannya melihat diriku. Padahal aku pun sama seperti mereka, diciptakan oleh Tuhan tanpa pernah aku memintanya. Lantas bisakah aku protes terhadap Tuhan tentang kelahiranku ke dunia. Apa mau dikata? Aku tak mau berpikir terlalu jauh seperti orang-orang pintar diatas sana. Aku cukup berpikir bagaimana hari ini aku bisa mengisi perutku yang terkadang terasa melilit karena tak sempat dihampiri oleh butir-butir nasi. Terpaksa.
Kadang aku berpikir mengapa orang-orang begitu mencintai dunia yang begitu menyakitkan ini. Berlomba-lomba menjadi orang ternama padahal kebutuhan mereka tak hanya sekedar nama. Ada yang lebih penting dari sekedar nama, yaitu sebuah kepedulian berbagi.
Siang ini cukup terik matahari menyambar tubuhku, ah aku sudah bersahabat dengan matahari. Walaupun terkadang begitu hebatnya ia membakar lapisan-lapisan kulitku sehingga menjadi hitam legam seperti ini. Apa peduliku terhadap hal itu.
“Den, ayo ambil gitarmu”
“Ah apa kau tak bosan bermain-main dengan gitarmu itu?”
“Bagaimana bisa bosan jika hanya dengan alat ini aku bisa mengisi perutku?”
“Hidupmu hanya sekedar makan saja tong”
“Kalau tak makan kau tak akan bisa hidup den”
“Tapi cita-cita lebih penting daripada sekedar mengisi perut”
“Apa pentingnya cita-cita? Kau lihat? Orang-orang digedung megah itu pun tak pernah sekali saja memikirkan cita-cita. Mereka hanya peduli dengan perutnya”
“yasudah sudah pergi kau sana, biarkan aku disini seorang diri”
“Dasar pemuda malas, pantas saja Ratu meninggalkanmu”
“Hey kau, jaga bicaramu. Justru karena aku tak sepertimu yang hanya mengandalkan gitar usangmu itu”
Berjalan ku menyusuri lembah-lembah kenistaan ini. Tak dapat sedikitpun aku mendapat jawaban atas segala pertanyaanku tentang orang-orang diatas gedung megah itu. Aku hanya bisa melihat tanpa sedikitpun membayangkan menjadi seperti mereka. Kotor. Pengkhianat. Pecundang. Pendusta. Adakah yang lebih biadab dari kata dusta?
***
“Ingat cu, seorang pemimpin pernah berkata begini Berilah aku sebuah pisang dengan sedikit simpati yang keluar dari lubukhatimu, tentu aku akan mencintaimu untuk selamalamanya. Akan tetapi berilah aku seribu juta dollar dan disaat itu pula engkau tampar mukaku dihadapan umum, maka sekalipun ini nyawa tantangannya aku akan berkata kepadamu, "Persetan !"
“Maksudnya apa kek?”
Sembari memijat punggung kakek yang sudah tak lagi kuat menopang beban kehidupan aku mendengarkan setiap ocehan-ocehannya.
“Aku tak yakin dewasa kelak kau akan mampu bertahan hidup Raden”
“Aku semakin tak mengerti kek”
“kelak kau akan mengetahuinya, nak. Jangan pernah jadikan uang sebagai tolak ukur dalam hidupmu.”
Aku hanya manut-manut saja dengan wejangan-wejangan yang kakek berikan.
***
Persetan dengan wanita. Tak mampu lagi aku mempercayainya. Makhluk aneh itulah yang telah menyeretku pada lembah kenistaan ini. Kembali aku berpikir bahwa hidup tidak hanya sekedar nama. Tapi tanpa nama pun aku tak bisa hidup bahagia. Tolol, karena nama hidupmu jadi seperti ini.
Semua berkecamuk dalam pikiranku. Sungguh berisik.
”Kakek, aku merindukanmu.”
Aku baru mengerti mengapa dahulu kakek berbicara bahwa jangan pernah jadikan uang sebagai tolak ukur kehidupan.
“Tapi ketulusan pun bisa dibeli dengan uang, kek”
Terisak aku dalam gundukan yang penuh sampah ini. Berharap batu nisan yang saat ini dihadapanku berbicara.
***
“maafkan aku, karena keadaan ekonomi memaksaku untuk melakukan ini”
Wajahnya memerah dan sayu. Ia hanya mampu untuk menunduk tanpa sedikit pun melihat sorot mataku yang tajam. Membara amarah dalam hatiku ini.
“lalu apa arti cinta dalam hatimu itu Ratu? Apakah kemiskinan telah mampu mengikis rasa cinta dalam dadamu?”
“aku mengerti perasaanmu. Maka dari itu aku memberanikan diri untuk berbicara padamu Raden. Bukan karena aku tak mencintaimu, tapi…”
Plaakkk…
Tak sempat wanita yang aku cintai ini meneruskan bicaranya, tanganku telah melayang pas mengenai pipinya yang merona. Aku tak kuasa menahan amarahku.
***

“kek, apa aku harus tetap percaya pada kata cinta? Sedangkan ia telah menggores luka pada hidupku? Kek, jawab pertanyaanku. Apa didalam sana kau sedang menderita sehingga tak mampu lagi memberikanku wejangan-wejangan seperti ketika aku kecil dulu? Dulu kau bercerita begitu indah tentang makna cinta, tentang kisah cintamu yang abadi bersama nenek. Tapi 5 tahun berlalu dan aku tetap terjerat dalam tali cinta Ratu yang menikam hatiku ini. Apakah cinta hanya berlaku untuk orang-orang ternama diatas sana? Apakah cinta tak berlaku untuk pemuda miskin sepertiku? yang hanya mampu mencari rupiah dengan gitar buluk di terminal angkutan kota”
“sekali pun berbusa mulutmu, tak akan sedikitpun suara terdengar dari nisan berbatu itu. Apa kau akan tetap memandang pada satu arah Raden? Sehingga tak mampu nuranimu merasakan cinta yang tulus sedang menantimu”
Seketika aku tersentak dengan suara lembut seorang wanita.
“Darimana kau mengetahui aku sedang berada disini Putri?”
“Masihkah pertanyaan itu layak untuk aku jawab, sedangkan berhari-hari tak sedikitpun waktuku terlewati untuk bisa mengamatimu”
“Kau begitu baik hati putri, apa yang menarik dari diriku? Tak ada. Aku hanya pemuda miskin yang tidak layak untuk dicintai”
“jika kemiskinan sudah mengambil semua kebahagiaan hidup, tak bisakah cinta menjadi sedikit pemanis dalam hidup?”
Mataku menatap tajam mata putri. Kami saling berpandangan dalam waktu yang lama.
“Temani aku dalam kemiskinan ini Putri”
“Kemiskinan bukan menjadi alasan untuk aku meninggalkanmu Raden, aku tak perlu alasan untuk bisa mencintaimu”
Kecupku sederhana dikening Putri. Ratu tidak lagi menjadi Ratu dalam hatiku. Tapi sekarang Putri adalah Ratu dihatiku.