Pagi
yang mendung di kampus tercinta. Langit pagi ini terlihat sangat murung. Namun
kicau burung tetap ceria memerdu. Lambaian angin menyapa ramah kepada bumi.
Daun-daun pun menari-nari seolah menghibur langit yang sedang mendung. Ada apa?
Seluruh alam bertanya-tanya tentang keadaanmu. Apakah kau sedang kecewa?
Mengapa kau pancarkan raut wajah yang begitu murung? Ceritakanlah masalahmu
pada kami! Seraya para pohon bertanya lewat suara yang disampaikan oleh angin.
Tak ada jawaban, langit makin menunduk dan semakin mendung. Terlihat guratan
penuh harap pada wajah langit yang tak cerah itu. Burung-burung mencoba
berbicara lewat sayapnya. Terbang menghiasi langit, berharap sedikit senyum
muncul dari wajahnya. Aku duduk sendiri sembari menyaksikan obrolan para
makhluk alam yang entahlah tak bisa ku tafsirkan gerak-geriknya. Namun yang
kurasa pagi ini udara sejuk tengah memenuhi rongga tubuhku. Suasana seperti ini
lah yang membuat pikiranku berjalan-jalan sendiri, bahkan batinku sendiripun
tak mampu menghentikan langkahnya. Pikiran yang berjalan menerawang dalam
asyiknya suasana perjalanan didalam bis kota yang melewati bukit-bukit dan
persawahan, saung kecil serta suara suling bertiup merdu. Daun kering yang
jatuh menyadarkan lamunanku dipagi ini. Aku lupa jika pagi ini aku memiliki
janji dengan sahabatku. Langsung saja kutemui ia di depan pelataran masjid
kampus.
“Assalamualaikum,
afwan ukhti ane telat, padahal tadi ane niatnya nunggu anti di taman kampus” seraya
berjabat tangan dan memeluk mesra penuh ukhuwah.
“walaikumsalam,
labasa ukh la wong ana aja barusan nyampe ko. Sudah dhuha ukh?” disambut hangat
olehnya pelukanku.
“hehe..
ini baru mau dhuha ukh, tunggu yak bentar”
Dari
kejauhan terlihat ka yusuf –mantan presma di kampusku tahun lalu- memandang ke
arahku dengan tatapan sinis. Tak kuhiraukan, langsung saja ku letakkan tas yang
agak lumayan besar itu didekat ukhti Zahra.
Tidak
lebih dari 15 menit aku kembali menemui ukhti Zahra di pelataran masjid. Kulihat
handphoneku –ada 1 pesan masuk-
From:
+628990949*** (tanpa nama)
“ketika engkau mencapai
inti kehidupan, maka engkau akan menemukan keindahan dalam sebuah hal. Bahkan
dimata yang tidak melihat keindahan itu. –Kahlil Gibran-“
Tak
ku balas.
Terlihat
raut wajah petualangan yang sudah siap melangkah menjelajahi setiap sudut alam
ciptaan Allah.
”ready
ukh? Bismilahirahmanirahim yuk kita jalan”
Kami
berdua pun berjalan menuju stasiun kereta api yang berjarak tak terlalu jauh
dari kampus. Ukhti Zahratul Fauziah adalah saudara seperjuanganku di Lembaga
Dakwah Kampus, bisa dibilang ia adalah seorang saudara merangkap sahabat,
kakak, dan ibu bagiku.
To:
+628979718*** (ummi)
“Assalamualaikum.. ummi tersayang..
maaf mi liburan kali ini Isti tidak pulang kerumah dulu ya. Ummi jangan
khawatirin Isti, isti akan baik-baik aja ko. Salam rinduku untuk nabila”
Pesan
singkat itu pun lalu aku kirim kepada ummi.
Kriing..
kringg.. dengan cepat pasti pesanku langsung ummi balas.
From:
+628979718*** (ummi)
“Walaikumsalam.. iya anak ummi yang
solihah ummi percaya ko sama kamu. Tapi tak pernah lupa kan pesan ummi? Kalo
anak gadis yang penting bisa jaga diri. Tanpa di minta pun do’a ummi dan abbi
selalu menyertaimu, adikmu dari kemarin selalu menanyakan dirimu saja nak.
Jangan sampe lupa ya dengan rumah”
Mana bisa lupa dengan
pesan ummi yang satu ini. Tanpa sadar senyum terpancar dari
wajahku. Alhamdulillah jika masalah izin untuk kegiatan apapun pasti ummi dan
abbi selalu memberikan izin, mungkin karena sekarang aku sudah mahasiswa
semester 6 tak seperti ketika masih SMA atau masih mahasiswa baru yang masih
polos-polosnya. Jadi teringat abbi, sejak kejadian lebaran idul fitri yang lalu
aku jadi tahu bahwa abbi selama ini tidak sedikit pun membenciku apalagi
dendam. Saat ini keadaan abbi sudah mulai membaik setelah bertahun-tahun lamanya
hanya bisa terbaring di tempat tidur. Sekarang abbi sudah mulai bisa berbicara
walaupun masih tetap kakinya belum sepenuhnya bisa berjalan, abbi masih
menggunakan kursi roda.
”Ukh,
ayo sebentar lagi keretanya sudah mau berangkat”
Aku
selalu menyesali kejadian itu, kejadian yang membuat batinku sendiri pun tak
mampu untuk memaafkannya. Kejadian ketika aku duduk dikelas 4 SD. Ah yasudahlah.
”Ukh
Isti.. Chilyatul Istiqomah, yassalam anti ini di ajak bicara malah diem aja”
“Oh
iya ukh kenapa kenapa? Sudah mau berangkat yah keretanya. Yuk.. yuk kita naik”
Suara
ukhti Zahra membuyarkan pikiranku yang sejak tadi berjalan mundur ke belakang.
Kebiasaanku, jika pikiranku sudah mulai jalan-jalan sendiri terkadang lupa
dengan keadaan sekitar.
”kenapa
ukh? Anti ada masalah? Biasanya kan anti kalo ada masalah pasti gini, ngajak
ana traveling gajelas gini”
“hehe..
nggak juga kali ukh.. ane emang lagi pengen nikmatin jadi seorang musafir, ga
sekedar jalan-jalan tapi untuk merenungi setiap ciptaan Allah. Yah sekaligus
refreshing juga lah ukh. Kalo nanya soal masalah, sepertinya kata masalah itu
sudah jadi teman dekat ukh. Itu tandanya kita akan naik level, kan sebelum naik
perlu di uji dulu”
“anti
nih, kalo ditanya pinter banget deh nutupinnya. Yowis lah bagus kalo begitu”
Kring..
kring.. lagi-lagi.. – 1 pesan masuk-
From:
+6287709826*** (tanpa nama)
“aku merasakan ada kekuatan gaib
yang keras menarikku menuju…dirimu. Aku ingin kamu merindukan aku seperti
musafir yang merindukan kolam renang. –Kahlil Gibran-
Aku
sempat memikirkan sekilas, siapa sebenarnya si misterius pengirim sajak-sajak
itu. hmmm.. tapi lagi-lagi yasudahlah.
Kereta sudah sekitar 90
menit berjalan. Sambil diskusi dengan ukhti Zahra membicarakan agenda-agenda
kegiatan dakwah yang sudah tercatat rapi dalam catatan harianku. Terkadang aku
merasa sangat lelah sekali berada dalam barisan dakwah ini. Maka tak jarang
ketika iman sedang mendekati futur aku selalu mengajak ukhti Zahra untuk
mengunjungi desa di sudut sudut kota yang memungkinkan bagiku untuk bisa
kembali mengcharge semangat dakwahku. Semangat dakwah yang kadang surut karena
perasaan cinta yang salah. Tiba-tiba ponselku berdering, tanda panggilan masuk
dengan tulisan –private number- dan ketika jariku hendak menekan tombol hijau
seketika panggilan berakhir.
Kriing..
kringg.. -1 pesan masuk-
From:
+6281906230*** (tanpa nama)
“jiwa yang mampu mendengar bisikan
keheningan, akan dapat pula mendengar jeritan nurani dan tuntutan kalbu –KG-“
Lagi
lagi nomor tanpa nama.
-oOo-
Ditempat
lain.
“paham
ya adik-adik, jadi pacaran itu boleh dalam Islam akan tetapi ada syarat sahnya
yaitu per…”
“PERNIKAHAN”
serentak anak-anak yang kebanyakan berusia 17 hingga 18 tahun itu berteriak.
“baik
adik-adik kakak yang soleh solehah, kajiannya sore ini dicukupkan dulu yah.
Jangan lupa minggu depan datang lagi ya, ada yang mau nanya sebelum ditutup?”
“kakak
ustadz, kalo pacarannya duluan tapi nikahnya belakangan boleh ga? Istilahnya kredit
dulu gitu ka. hihihi”
“hwuhh..
hwuhh.. emang maunya tuh si Randi emangnya lu kira cewek kaya panci kreditan
apa”
Celetuk
Syifa memang setiap pekannya mereka selalu mengikuti kajian rutin mingguan yang
selalu diisi oleh ka Irsyad lebih tepatnya Muhammad Irsyaduddin. Ka Irsyad
hanya tertawa mendengar pertanyaan tersebut.
“randi..
randi.. tuh pertanyaannya sudah dijawab oleh syifa. Memangnya perempuan panci
kreditan. Hehe.. jadi begini yah adik-adik, Rasulullah SAW pernah bersabda
“wahai para pemuda, apabila siapa diantara kalian yang telah memiliki ba’ah
(kemampuan) maka menikahlah, karena menikah itu menjaga pandangan dan kemaluan.
Bagi yang belum mampu maka puasalah, karena puasa itu sebagai pelindung” maka
dari itu tidak ada yah istilah pacaran dulu baru menikah”
Muhammad
Irsyaduddin adalah seorang ikhwan yang diamanahkan menjadi ketua LDK disalah
satu kampus di kota Malang. Aku mengenalnya ketika ada agenda kegiatan nasional
yaitu konsolidasi kader LDK se-Indonesia. Dari pertemuan itu aku mengetahui
bahwa ka Irsyad –saat ini beliau sudah menginjak semester 8- adalah seorang
ikhwan yang militan dalam dunia dakwahnya. Ikhwan yang benar-benar menjaga
pandangannya dengan amalan yaumiahnya yang selalu terjaga. Belum lagi dengan
pemikiran-pemikirannya tentang metode dakwah yang baik merupakan sosok imam
yang pastinya Allah telah menyiapkan bidadari untuk mendampingi beliau dalam
berdakwah.
Kriing..
kriing..
Dering
pesan masuk dari ponselku membuyarkan lamunanku..
“asstagfirullah.. iya ukh kalo tidak salah itu
akh Irsyad, ketua LDK di UNS”
“Laah
sopo yang nanya?” -_-
“hehehe”
Kenapa beliau ada
disini juga. Tolong jaga hatiku ya Allah. Saat ini aku dan
ukh Zahra telah sampai disatu desa dipinggiran kota Bandung. Suasana disini
sangat berbeda dengan suasana di rumahku –Jakarta- maupun dikampusku –Bogor-
yang memang setiap harinya matahari selalu memandang sinis terhadap dua kota
itu, mungkin sebal karena para penghuninya selalu bertingkah seenaknya. Keadaan
disini sangat-sangat membuatku bersyukur dan tak hentinya mengucap kata subhanallah, suasana desa yang masih
asri dengan persawahan yang begitu indah –persawahan bertingkat-. Dari kejauhan
aku melihat sebuah saung kecil yang berada dipinggir hamparan sawah tersebut.
Ku
buka pesan yang masuk yang tadi sempat membuyarkan lamunanku,
From:
+6283861974*** (tanpa nama)
“ada rahasia-rahasia dalam jiwa
yang tidak dapat disingkap oleh dugaan. Pedihnya bencana bisa jadi bersembunyi
dibalik topeng pura-pura –Kahlil Gibran-“
“Assalamualaikum”
Pikiranku
sudah mulai berjalan-jalan lagi. Menikmati keindahan alam yang Allah ciptakan.
Tak ada satupun kecacatan dalam ciptaan-Nya.
“Ukh,
itu ada yang ngucap salam. Anti kenapa ga jawab?”
Tangan
ukh Zahra seketika menyikutku.
“Assalamualaikum,
ukh Isti yah?” sembari mengangkat kedua tangannya didepan dada.
“Wa..
Wa.. laikumsalam afwan akh, iya ane Isti. Akh Irsyad yah? Ketua LDK di UNS itu
kan?”
Dengan
agak gugup aku menjawab salamnya.
Lagi-lagi batinku meminta jaga hatiku ya Rabb.
“naam
ukh, anti ukhti Chilyatul Istiqomah kah? Ketua niswah LDK IPB itu. Wah..
kebetulan sekali ya kita bertemu disini ukh, ada agenda apa ukh di desa ini?”
“oh
nggak akh, ane kebetulan hanya ingin bersilaturahmi kerumah sahabat ane yang
tinggal disini akh. Oya ini sahabat ane namanya ukh Zahra”
“iya
ukh, tak perlu anti kenalin juga ana sudah kenal dengan ukh Zahra, La wong kita
satu SMA di solo dulu”
“heehehe”
ukh Zahra hanya nyengir seolah tak bersalah.
“jadi
anti satu kampus to dengan ukh Isti?” Tanya akh Irsyad kepada sahabatku itu.
“iya
akh, kebetulan hari ini ukh Isti ngajak ana ngebolang nih makanya bisa sampe sini.
Katanya sih mau jadi musafir, eh tak disangka-sangka ketemu antum”
“ciee
kakak ustadz, jodoh kali tuh” celetuk Randi –salah seorang muridnya akh Irsyad-
ketika hendak pulang.
“huusstt..
Randi kenapa kamu belum pulang? Kan pengajiannya sudah selesai”
“iyah
maaf kakak ustadz tadi saya nyariin sandal saya yang ilang, ini cuma ada
sebelah doang eh ternyata ada disini sebelahnya, ayo ka pulang duluan ya
Salamualaikum” anak itu langsung pergi dengan sebelah sandalnya yang telah ia
temukan.
“walaikumsalam”
jawab kami bertiga
“afwan
ukh, memangnya anti anti ini mau silaturahim kerumah siapa?”
Tanya
akh Irsyad kepada kami berdua.
“oh
iya akh, antum sendiri apakah pindah kuliah atau bagaimana ko bisa mengajar
anak-anak di desa ini?”
Tanyaku
mengalihkan pembicaraan, aku saja tidak tahu akan kerumah siapa.
“tidak
ukh, kebetulan ana diamanahkah oleh ustadz ana untuk liburan semester kali ini
membina anak-anak didesa ini. Looh ko pertanyaan ana ndak dijawab”
“hmmm..”
“kalo
gitu kita kerumah sana saja yuk, sekalian ana kenalin sama ustadzah Fatimah.
Istri dari ustadz Ali. Kebetulan ana selama disini akan tinggal di pesantren
milik ustadz Ali” sembari berjalan akh Irsyad menunjuk rumah ustadz Ali. Aku
dan ukh Zahra mengikutinya dari belakang. Jarak dari surau tempat akh Irsyad
mengajar tadi tidak jauh dengan rumah ustadz Ali.
Sesampainya
dirumah ustadz Ali.
“Assalamualaikum
ustadz”
Terlihat
ustadz Ali mengampiri kami seraya menjawab salam dari akh Irsyad.
“walaikumsalam,
gimana nak sudah selesai pengajian anak-anaknya?”
“alhamdulillah
ustadz sudah selesai, ustadzah Fatimah ada dirumah ustadz? Ini ada teman ana
dari bogor ustadz”
“assalamualaikum
ustadz”
Kami
berdua pun tersenyum ramah pada ustadz Ali.
“walaikumsalam,
ayo semuanya duduk saja dulu. Wah teu disangka-sangka atuh ini rumah bapak jadi
rame sama aktipis”
“bukan
aktipis pak ustadz tapi aktebal kali hehe”
Tawa
pun pecah diantara kami. Tapi aku dan ukh Zahra sempat sejenak bertatapan.
Ternyata akh Irsyad ini memiliki jiwa humor juga. Tak lama kemudian ustadzah
Fatimah keluar.
“aih..
aih.. ini ada tamu begini ai si abbi mah kenapa ga bilang sama ummi”
“assalamualaikum
bu” ucap akh Irsyad.
Langsung
saja aku dan ukh Zahra mencium punggung tangan ustadzah Fatimah.
“walaikumsalam,
darimana nak? Apa ini istrinya nak Irsyad ya? Ko ga bilang-bilang kalo ternyata
sudah punya istri, dua lagi”
“hustt..
si ummi nih. Eta teh sanes istrinya Irsyad, tapi temannya dari bogor mi”
“oh
temannya, tingkatkan lagi ikhtiarnya nak. Jodoh itu dijemput loh”
“si
ummi nih kenapa jadi ngomongin jodoh sih, sok atuh bikinin minum dulu ini
tamu-tamunya”
Yang
dibicarakan malah senyum malu sendiri. Hihihi. Aamiin deh bu ustadzah, anggep aja do’a. Looh. tapi jleb juga kalo
sudah bicara tentang pernikahan, sepertinya ane salah tempat nih bukannya
sembuh dari galau eh malah pada ngomongin pernikahan.
-oOo-
Setelah
menjelaskan bahwa memang sebenarnya aku dan ukh Zahra kesini bukan karena ingin
berkunjung kerumah teman, akan tetapi karena memang perjalanan kami tanpa
tujuan. Aku mengajak ukh Zahra untuk turun dari angkot yang kami naiki ketika
melihat hamparan persawahan yang begitu indah. Akhirnya kami pun diizinkan
untuk tinggal di pesantren milik ustadz Ali selama disini. Aku dan ukh Zahra
mengikuti semua agenda para santriwati di pesantren ini. Sebulan berlalu,
tibalah aku pada satu malam.
Kriing..
kring.. ponselku berdering.
From:
+6285778513*** (tanpa nama)
“kebahagiaan oleh cinta tidak dapat
ditolak oleh kekuatan apapun didunia ini. Kamu tidak akan mendapat manisnya
cinta sebelum kamu merasakan pahitnya kesabaran dan sedihnya kesulitan. Jangan
kasihani aku, karena kasihan itu hanya setengah keadilan, satu-satunya
kebebasan didunia ini adalah cinta –KG-“
Nomor
tanpa nama yang mengirim pesan singkat kepadaku. Pesan yang membuat hatiku
terkejut membacanya. Masih terpaku diriku dengan ponsel ditanganku, tak lama
ponselku berdering lagi. Ternyata disusul oleh sms dari ummi,
From:
+628979718*** (ummi)
“assalamualaikum, anakku sudah
hampir sebulan abbi dan ummi menunggu jawaban darimu nak. kami harap Isti memilih
dengan tepat, karena kami hanya ingin yang terbaik untukmu nak”
Duaaaarrrr..
seolah patung yang hancur diterpa badai, badanku lunglai, hatiku tak kuasa
untuk menjawab pertanyaan ummi.
To:
+628979718*** (ummi)
“walaikumsalam, iya mi. ummi sama
abbi sabar dulu ya. Setelah mendaki nanti inysaAllah Isti sudah memiliki
jawabannya mi. maafkan Isti ya mi”
Dengan
segala kebingungan yang menyelimutiku malam ini, aku balas pesan dari ummi. Dan
segala kebingungan diriku tentang nomor tanpa nama yang selama ini mengirimkan
pesan-pesannya tentang syair-syair Kahlil Gibran.
-oOo-
Saat
pendakian tiba..
Aku,
ukh Zahra dan beberapa santriwati serta para santri yang jumlahnya tidak lebih
banyak dari santriwati yang hanya 7 orang, akh Irsyad pun ikut dalam pendakian
ini. Kami mengadakan pendakian ke salah satu gunung yang ada didekat desa.
Tidak tinggi, hanya 1206 mdpl. Mungkin ini agenda terakhirku didesa ini. Beragam
rasa, cerita, kejadian dalam pendakian yang menghantarkan aku dan teman-teman
menuju puncak. Tentu pun beragam kejadian, cerita, dan cinta selama menjadi
musafir disini. J
Agenda
terakhir yang begitu mengesankan. Agenda terakhir ini yang selanjutnya
membawaku kembali pada suasana kereta yang menyuguhkan berbagai macam keindahan
dalam pandangan mataku. Hamparan sawah membentang luas, tak lupa saung
sederhana serta suara tiupan suling.
Dan
setelah hampir kurang lebih 3 jam aku dan ukh Zahra tiba kembali di kampus
tercinta pada pukul 15.30 sore. Ketika berjalan kaki dari stasiun menuju
kampus, aku melihat sepasang mata menyorotiku tajam. –Ka Yusuf mantan presma
itu- yang sedang duduk di warung dekat stasiun.
Kring..
kring.. semoga bukan nomor tanpa nama lagi, pikirku.
From:
+6289604628*** (tanpa nama)
“keindahan matamu membuat
pandanganku tentang kehidupan menjadi tidak lagi suram. Untuk kamu ketahui,
hanya Tuhan, kamu dan aku yang tahu apa yang ada didalam hatiku –KG-”
Kali
ini kubalas hanya dengan emoticon,
To:
+6289604628*** (tanpa nama)
“ :-)
:-( “
Namun
tak ada balasan.
-oOo-
Liburan
yang tinggal seminggu ini pun aku habiskan dirumahku tercinta –Jakarta-. Aku
kaget setelah mendengar bahwa ummi masuk rumah sakit kemarin, beberapa hari
setelah aku pulang dari petualanganku. Langsung saja setelah sampai di Jakarta
aku langsung pergi menuju rumah sakit, sakit ummi tak seringan yang kubayangkan
ternyata. Ummi telah dirawat hampir 4 hari di rumah sakit Cipto Mangunkusumo. Ya Allah semoga ummi baik-baik saja dan
segera sembuh.
”Assalamualaikum
abbi, gimana keadaan ummi” aku sangat-sangat khawatir dengan kondisinya. Sudah
banyak sekali orang diruangan ini, paman dan bibiku banyak yang hadiri disini.
Ruangan ini sangat menekan batinku kuat sekali. Dan seketika membuat ruang
batinku bertanya-tanya.
“abbi,
paman, ummi sakit apa?” dengan wajah yang pucat pasi aku bertanya.
“nak”
Suara
lemah ummi memanggilku.
“iya
mi”
kelopakku
sudah tak kuat lagi membendung air mata. Menetes.
“nak
yusuf, ini putriku. Ia telah berjanji kepadaku akan menjawabnya” aku sedikit
bingung.
“Mi,
apa calon suami yang ummi pilihkan adalah ka Yusuf?”
Aku
sangat kaget sekali dan bertanya-tanya mengapa ka Yusuf –mantan presma itu- ada
diruangan ini. Orang yang jelas-jelas selama ini aku rasa membenciku. Selalu
berpandangan sinis terhadapku, apalagi terhadap statusku sebagai aktivis dakwah
kampus. Lalu mengapa ia ada disini. Mengapa ummi bisa kenal dengannya? Dan
masih banyak lagi pertanyaan dalam benakku.
Kring..
kring.. -1 pesan masuk- lagi-lagi dalam keadaan seperti ini pun ia mengganggu.
From:
+6285778513*** (tanpa nama)
“kebahagiaan oleh cinta tidak dapat
ditolak oleh kekuatan apapun didunia ini. Kamu tidak akan mendapat manisnya
cinta sebelum kamu merasakan pahitnya kesabaran dan sedihnya kesulitan. Jangan
kasihani aku, karena kasihan itu hanya setengah keadilan, satu-satunya
kebebasan didunia ini adalah cinta –KG-“
Nomor
tanpa nama dan sajak yang dikirim ini kurasa sama seperti yang dikirim ketika
aku sedang dipondok pesantren pak ustadz Ali.
“maaf
ka sebelumnya saya ingin bertanya apakah selama ini kakak yang selalu mengirimi
saya sajak-sajak Kahlil Gibran, dan dengan nomor-nomor yang berbeda pula?”
“Assalamualaikum”
Tiba-tiba
dari pintu muncul orang yang tak asing bagiku. Ustadz Ali dan ustadzah Fatimah, akh Irsyad juga? Ini sebenarnya ada
apa. Ya Allah ku serahkan semua pada-Mu.
Saat itu aku benar-benar bingung.
“walaikumsalam”
serentak kami semua menjawab.
“nak
Isti tak perlu bingung, calon yang ummi Nak Isti pilihkan bukankah orang yang
sembarangan. InsyaAllah berakhlak mulia dan baik, seorang pemimpin yang
bijaksana” tutur pak ustadz Ali.
Tidak salah pasti
mantan presma itu yang dijodohkan ummi denganku -_-. Semua
bagaimana ummi saja, aku harus bisa menerima apapun yang ummi pilihkan.
“sebenarnya
saya agak tidak enak hati juga ini,
melakukan proses pengkhitbahan dirumah sakit dengan kondisi ibu yang sedang
sakit” begitu ucap pak ustadz.
”tidak
apa pak ustadz” sahut ummi.
“maaf
ummi sebelumnya Isti memotong pembicaraan ummi, ko ini tiba-tiba langsung
proses pengkhitbahan ya? Tanpa ta’aruf terlebih dahulu? Memangnya calon suamiku
itu siapa mi?” protesku.
Ya Allah, lalu cinta
yang semakin subur ini apakah harus aku cabut dari hatiku. Sesungguhnya
Engkaulah sang maha pembolak-balik hati, berikanlah petunjukmu.
“anakku,
calonmu ya itu yang barusan datang bersama pak ustadz Ali. Kenapa? Apa ga cocok
sama pilihan ummi dan abbi”
“maksud
ummi akhi Irsyad kah?”
“iyah
ukh, calon suamimu itu ya akh Irsyad. Bukan saya, saya hanya manusia kotor yang
sedang mencoba bersuci kembali. Kebetulan dahulu saya pernah mondok di
pesantren ustadz Ali, karena ustadz Ali tahu jika saya kuliah di IPB. Maka
beliau meminta tolong kepada saya untuk mencari tahu tentang ukhti, dimana
rumah ukhti, dan siapa orangtua ukhti. Afwan ini hanya sebagai permintaan maaf
saya juga terhadap pak ustadz karena dahulu saya sempat kabur dari pesantren”
begitu penjelasan ka Yusuf.
“nah
itu penghulunya sudah datang” perkataan bapak membuat ku semakin kaget saja.
Rencana
awal memang hanya pengkhitbahan, akan tetapi ummi yang meminta agar langsung
proses akad saja. Lagi-lagi semua ini sangat mengejutkan diriku.
-oOo-
Setelah
akad berlangsung, kini aku dan akh Irsyad telah menjadi sepasang insan yang
sangat bahagia. Aku tak pernah menyangka, cinta yang selama ini tumbuh subur
dalam hatiku, cinta yang diam, sunyi, rahasia. Cinta yang membuatku jatuh cinta
terhadap mujahid Allah yang istiqomah di jalan-Nya.
Akh
Irsyad mencium keningku didepan ummi, abbi, serta semua orang yang ada
diruangan ini. Ya Allah, ternyata Engkau jawab do’aku selama ini dengan jawaban
yang paling indah.
“jadi
yang selama ini menggangguku dengan sms-sms itu antum akh?”
Akh
Irsyad hanya tersenyum tanpa jawaban. Semua yang ada diruangan ini pun ikut
merasakan kebahagiaanku. Terutama senyum tulis yang terpancar dari wajah ummi.
-oOo-
Keesokan
harinya, aku dan suamiku berjalan-jalan disekitar taman dekat rumahku.
“Ukhti,
ana mencintai anti pada pertemuan pertama kita. Dan sejak saat itu ana selalu
meminta pada Allah agar tetap menjaga iman ana sampai pada waktunya tiba.
Alhamdulillah Allah menakdirkan kita berjodoh, dan semoga kelak bersama hingga
jannah-Nya kita berjuang dalam dakwah ini”
“maafkan
ana, karena sebelum menikah dengan akhi. Ana pernah satu kali merasakan jatuh
cinta pada seorang pemuda dan ana ingin menikah dengannya”
Lalu
suamiku kaget dan bertanya,
“dan
apakah ukhti menyesal telah menikah dengan ana?”
“pemuda
itu adalah antum, akh”
“apa
bisa mulai saat ini ukhti memanggil ana dengan panggilan sayang?”
“tentu
saja kanda sayang, ana sangat bersyukur sekali pada Allah karena Allah telah
memberikan ana imam yang sempurna dalam sempurnanya berjuang dijalan dakwah
yang terjal ini”
“dinda,
seharusnya ana yang beruntung karena bisa menjadi suami dinda. Allah telah
memberikah mujahidahnya kepada ana. Sungguh, janji Allah itu adalah nyata”
Dan disore itu, berakhir dengan senja yang begitu
menakjubkan. Satu dari sekian banyak ciptaan Allah dibumi ini. Dan salah
satunya adalah mujahid yang telah Allah berikan untukku, yaitu suamiku. Semoga
Allah senantiasa menguatkan aku dan suamiku untuk tetap istiqomah dalam dakwah
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar