Sabtu, 15 Maret 2014

INDAHNYA JADI MUSAFIR



Pagi yang mendung di kampus tercinta. Langit pagi ini terlihat sangat murung. Namun kicau burung tetap ceria memerdu. Lambaian angin menyapa ramah kepada bumi. Daun-daun pun menari-nari seolah menghibur langit yang sedang mendung. Ada apa? Seluruh alam bertanya-tanya tentang keadaanmu. Apakah kau sedang kecewa? Mengapa kau pancarkan raut wajah yang begitu murung? Ceritakanlah masalahmu pada kami! Seraya para pohon bertanya lewat suara yang disampaikan oleh angin. Tak ada jawaban, langit makin menunduk dan semakin mendung. Terlihat guratan penuh harap pada wajah langit yang tak cerah itu. Burung-burung mencoba berbicara lewat sayapnya. Terbang menghiasi langit, berharap sedikit senyum muncul dari wajahnya. Aku duduk sendiri sembari menyaksikan obrolan para makhluk alam yang entahlah tak bisa ku tafsirkan gerak-geriknya. Namun yang kurasa pagi ini udara sejuk tengah memenuhi rongga tubuhku. Suasana seperti ini lah yang membuat pikiranku berjalan-jalan sendiri, bahkan batinku sendiripun tak mampu menghentikan langkahnya. Pikiran yang berjalan menerawang dalam asyiknya suasana perjalanan didalam bis kota yang melewati bukit-bukit dan persawahan, saung kecil serta suara suling bertiup merdu. Daun kering yang jatuh menyadarkan lamunanku dipagi ini. Aku lupa jika pagi ini aku memiliki janji dengan sahabatku. Langsung saja kutemui ia di depan pelataran masjid kampus.
“Assalamualaikum, afwan ukhti ane telat, padahal tadi ane niatnya nunggu anti di taman kampus” seraya berjabat tangan dan memeluk mesra penuh ukhuwah.
“walaikumsalam, labasa ukh la wong ana aja barusan nyampe ko. Sudah dhuha ukh?” disambut hangat olehnya pelukanku.
“hehe.. ini baru mau dhuha ukh, tunggu yak bentar”
Dari kejauhan terlihat ka yusuf –mantan presma di kampusku tahun lalu- memandang ke arahku dengan tatapan sinis. Tak kuhiraukan, langsung saja ku letakkan tas yang agak lumayan besar itu didekat ukhti Zahra.
Tidak lebih dari 15 menit aku kembali menemui ukhti Zahra di pelataran masjid. Kulihat handphoneku –ada 1 pesan masuk-
From: +628990949*** (tanpa nama)
“ketika engkau mencapai inti kehidupan, maka engkau akan menemukan keindahan dalam sebuah hal. Bahkan dimata yang tidak melihat keindahan itu. –Kahlil Gibran-“
Tak ku balas.
Terlihat raut wajah petualangan yang sudah siap melangkah menjelajahi setiap sudut alam ciptaan Allah.
”ready ukh? Bismilahirahmanirahim yuk kita jalan”
Kami berdua pun berjalan menuju stasiun kereta api yang berjarak tak terlalu jauh dari kampus. Ukhti Zahratul Fauziah adalah saudara seperjuanganku di Lembaga Dakwah Kampus, bisa dibilang ia adalah seorang saudara merangkap sahabat, kakak, dan ibu bagiku.
To: +628979718*** (ummi)
“Assalamualaikum.. ummi tersayang.. maaf mi liburan kali ini Isti tidak pulang kerumah dulu ya. Ummi jangan khawatirin Isti, isti akan baik-baik aja ko. Salam rinduku untuk nabila”
Pesan singkat itu pun lalu aku kirim kepada ummi.
Kriing.. kringg.. dengan cepat pasti pesanku langsung ummi balas.
From: +628979718*** (ummi)
“Walaikumsalam.. iya anak ummi yang solihah ummi percaya ko sama kamu. Tapi tak pernah lupa kan pesan ummi? Kalo anak gadis yang penting bisa jaga diri. Tanpa di minta pun do’a ummi dan abbi selalu menyertaimu, adikmu dari kemarin selalu menanyakan dirimu saja nak. Jangan sampe lupa ya dengan rumah”
Mana bisa lupa dengan pesan ummi yang satu ini. Tanpa sadar senyum terpancar dari wajahku. Alhamdulillah jika masalah izin untuk kegiatan apapun pasti ummi dan abbi selalu memberikan izin, mungkin karena sekarang aku sudah mahasiswa semester 6 tak seperti ketika masih SMA atau masih mahasiswa baru yang masih polos-polosnya. Jadi teringat abbi, sejak kejadian lebaran idul fitri yang lalu aku jadi tahu bahwa abbi selama ini tidak sedikit pun membenciku apalagi dendam. Saat ini keadaan abbi sudah mulai membaik setelah bertahun-tahun lamanya hanya bisa terbaring di tempat tidur. Sekarang abbi sudah mulai bisa berbicara walaupun masih tetap kakinya belum sepenuhnya bisa berjalan, abbi masih menggunakan kursi roda.
”Ukh, ayo sebentar lagi keretanya sudah mau berangkat”
Aku selalu menyesali kejadian itu, kejadian yang membuat batinku sendiri pun tak mampu untuk memaafkannya. Kejadian ketika aku duduk dikelas 4 SD. Ah yasudahlah.
”Ukh Isti.. Chilyatul Istiqomah, yassalam anti ini di ajak bicara malah diem aja”
“Oh iya ukh kenapa kenapa? Sudah mau berangkat yah keretanya. Yuk.. yuk kita naik”
Suara ukhti Zahra membuyarkan pikiranku yang sejak tadi berjalan mundur ke belakang. Kebiasaanku, jika pikiranku sudah mulai jalan-jalan sendiri terkadang lupa dengan keadaan sekitar.
”kenapa ukh? Anti ada masalah? Biasanya kan anti kalo ada masalah pasti gini, ngajak ana traveling gajelas gini”
“hehe.. nggak juga kali ukh.. ane emang lagi pengen nikmatin jadi seorang musafir, ga sekedar jalan-jalan tapi untuk merenungi setiap ciptaan Allah. Yah sekaligus refreshing juga lah ukh. Kalo nanya soal masalah, sepertinya kata masalah itu sudah jadi teman dekat ukh. Itu tandanya kita akan naik level, kan sebelum naik perlu di uji dulu”
“anti nih, kalo ditanya pinter banget deh nutupinnya. Yowis lah bagus kalo begitu”
Kring.. kring.. lagi-lagi.. – 1 pesan masuk-
From: +6287709826*** (tanpa nama)
“aku merasakan ada kekuatan gaib yang keras menarikku menuju…dirimu. Aku ingin kamu merindukan aku seperti musafir yang merindukan kolam renang. –Kahlil Gibran-
Aku sempat memikirkan sekilas, siapa sebenarnya si misterius pengirim sajak-sajak itu. hmmm.. tapi lagi-lagi yasudahlah.
 Kereta sudah sekitar 90 menit berjalan. Sambil diskusi dengan ukhti Zahra membicarakan agenda-agenda kegiatan dakwah yang sudah tercatat rapi dalam catatan harianku. Terkadang aku merasa sangat lelah sekali berada dalam barisan dakwah ini. Maka tak jarang ketika iman sedang mendekati futur aku selalu mengajak ukhti Zahra untuk mengunjungi desa di sudut sudut kota yang memungkinkan bagiku untuk bisa kembali mengcharge semangat dakwahku. Semangat dakwah yang kadang surut karena perasaan cinta yang salah. Tiba-tiba ponselku berdering, tanda panggilan masuk dengan tulisan –private number- dan ketika jariku hendak menekan tombol hijau seketika panggilan berakhir.
Kriing.. kringg.. -1 pesan masuk-
From: +6281906230*** (tanpa nama)
“jiwa yang mampu mendengar bisikan keheningan, akan dapat pula mendengar jeritan nurani dan tuntutan kalbu –KG-“
Lagi lagi nomor tanpa nama.
-oOo-
Ditempat lain.
“paham ya adik-adik, jadi pacaran itu boleh dalam Islam akan tetapi ada syarat sahnya yaitu per…”
“PERNIKAHAN” serentak anak-anak yang kebanyakan berusia 17 hingga 18 tahun itu berteriak.
“baik adik-adik kakak yang soleh solehah, kajiannya sore ini dicukupkan dulu yah. Jangan lupa minggu depan datang lagi ya, ada yang mau nanya sebelum ditutup?”
“kakak ustadz, kalo pacarannya duluan tapi nikahnya belakangan boleh ga? Istilahnya kredit dulu gitu ka. hihihi”
“hwuhh.. hwuhh.. emang maunya tuh si Randi emangnya lu kira cewek kaya panci kreditan apa”
Celetuk Syifa memang setiap pekannya mereka selalu mengikuti kajian rutin mingguan yang selalu diisi oleh ka Irsyad lebih tepatnya Muhammad Irsyaduddin. Ka Irsyad hanya tertawa mendengar pertanyaan tersebut.
“randi.. randi.. tuh pertanyaannya sudah dijawab oleh syifa. Memangnya perempuan panci kreditan. Hehe.. jadi begini yah adik-adik, Rasulullah SAW pernah bersabda “wahai para pemuda, apabila siapa diantara kalian yang telah memiliki ba’ah (kemampuan) maka menikahlah, karena menikah itu menjaga pandangan dan kemaluan. Bagi yang belum mampu maka puasalah, karena puasa itu sebagai pelindung” maka dari itu tidak ada yah istilah pacaran dulu baru menikah”
Muhammad Irsyaduddin adalah seorang ikhwan yang diamanahkan menjadi ketua LDK disalah satu kampus di kota Malang. Aku mengenalnya ketika ada agenda kegiatan nasional yaitu konsolidasi kader LDK se-Indonesia. Dari pertemuan itu aku mengetahui bahwa ka Irsyad –saat ini beliau sudah menginjak semester 8- adalah seorang ikhwan yang militan dalam dunia dakwahnya. Ikhwan yang benar-benar menjaga pandangannya dengan amalan yaumiahnya yang selalu terjaga. Belum lagi dengan pemikiran-pemikirannya tentang metode dakwah yang baik merupakan sosok imam yang pastinya Allah telah menyiapkan bidadari untuk mendampingi beliau dalam berdakwah.
Kriing.. kriing..
Dering pesan masuk dari ponselku membuyarkan lamunanku..
 “asstagfirullah.. iya ukh kalo tidak salah itu akh Irsyad, ketua LDK di UNS”
“Laah sopo yang nanya?” -_-
“hehehe”
Kenapa beliau ada disini juga. Tolong jaga hatiku ya Allah. Saat ini aku dan ukh Zahra telah sampai disatu desa dipinggiran kota Bandung. Suasana disini sangat berbeda dengan suasana di rumahku –Jakarta- maupun dikampusku –Bogor- yang memang setiap harinya matahari selalu memandang sinis terhadap dua kota itu, mungkin sebal karena para penghuninya selalu bertingkah seenaknya. Keadaan disini sangat-sangat membuatku bersyukur dan tak hentinya mengucap kata subhanallah, suasana desa yang masih asri dengan persawahan yang begitu indah –persawahan bertingkat-. Dari kejauhan aku melihat sebuah saung kecil yang berada dipinggir hamparan sawah tersebut.
Ku buka pesan yang masuk yang tadi sempat membuyarkan lamunanku,
From: +6283861974*** (tanpa nama)
“ada rahasia-rahasia dalam jiwa yang tidak dapat disingkap oleh dugaan. Pedihnya bencana bisa jadi bersembunyi dibalik topeng pura-pura –Kahlil Gibran-“
“Assalamualaikum”
Pikiranku sudah mulai berjalan-jalan lagi. Menikmati keindahan alam yang Allah ciptakan. Tak ada satupun kecacatan dalam ciptaan-Nya.
“Ukh, itu ada yang ngucap salam. Anti kenapa ga jawab?”
Tangan ukh Zahra seketika menyikutku.
“Assalamualaikum, ukh Isti yah?” sembari mengangkat kedua tangannya didepan dada.
“Wa.. Wa.. laikumsalam afwan akh, iya ane Isti. Akh Irsyad yah? Ketua LDK di UNS itu kan?”
Dengan agak gugup aku menjawab salamnya. Lagi-lagi batinku meminta jaga hatiku ya Rabb.
“naam ukh, anti ukhti Chilyatul Istiqomah kah? Ketua niswah LDK IPB itu. Wah.. kebetulan sekali ya kita bertemu disini ukh, ada agenda apa ukh di desa ini?”
“oh nggak akh, ane kebetulan hanya ingin bersilaturahmi kerumah sahabat ane yang tinggal disini akh. Oya ini sahabat ane namanya ukh Zahra”
“iya ukh, tak perlu anti kenalin juga ana sudah kenal dengan ukh Zahra, La wong kita satu SMA di solo dulu”
“heehehe” ukh Zahra hanya nyengir seolah tak bersalah.
“jadi anti satu kampus to dengan ukh Isti?” Tanya akh Irsyad kepada sahabatku itu.
“iya akh, kebetulan hari ini ukh Isti ngajak ana ngebolang nih makanya bisa sampe sini. Katanya sih mau jadi musafir, eh tak disangka-sangka ketemu antum”
“ciee kakak ustadz, jodoh kali tuh” celetuk Randi –salah seorang muridnya akh Irsyad- ketika hendak pulang.
“huusstt.. Randi kenapa kamu belum pulang? Kan pengajiannya sudah selesai”
“iyah maaf kakak ustadz tadi saya nyariin sandal saya yang ilang, ini cuma ada sebelah doang eh ternyata ada disini sebelahnya, ayo ka pulang duluan ya Salamualaikum” anak itu langsung pergi dengan sebelah sandalnya yang telah ia temukan.
“walaikumsalam” jawab kami bertiga
“afwan ukh, memangnya anti anti ini mau silaturahim kerumah siapa?”
Tanya akh Irsyad kepada kami berdua.
“oh iya akh, antum sendiri apakah pindah kuliah atau bagaimana ko bisa mengajar anak-anak di desa ini?”
Tanyaku mengalihkan pembicaraan, aku saja tidak tahu akan kerumah siapa.
“tidak ukh, kebetulan ana diamanahkah oleh ustadz ana untuk liburan semester kali ini membina anak-anak didesa ini. Looh ko pertanyaan ana ndak dijawab”
“hmmm..”
“kalo gitu kita kerumah sana saja yuk, sekalian ana kenalin sama ustadzah Fatimah. Istri dari ustadz Ali. Kebetulan ana selama disini akan tinggal di pesantren milik ustadz Ali” sembari berjalan akh Irsyad menunjuk rumah ustadz Ali. Aku dan ukh Zahra mengikutinya dari belakang. Jarak dari surau tempat akh Irsyad mengajar tadi tidak jauh dengan rumah ustadz Ali.
Sesampainya dirumah ustadz Ali.
“Assalamualaikum ustadz”
Terlihat ustadz Ali mengampiri kami seraya menjawab salam dari akh Irsyad.
“walaikumsalam, gimana nak sudah selesai pengajian anak-anaknya?”
“alhamdulillah ustadz sudah selesai, ustadzah Fatimah ada dirumah ustadz? Ini ada teman ana dari bogor ustadz”
“assalamualaikum ustadz”
Kami berdua pun tersenyum ramah pada ustadz Ali.
“walaikumsalam, ayo semuanya duduk saja dulu. Wah teu disangka-sangka atuh ini rumah bapak jadi rame sama aktipis”
“bukan aktipis pak ustadz tapi aktebal kali hehe”
Tawa pun pecah diantara kami. Tapi aku dan ukh Zahra sempat sejenak bertatapan. Ternyata akh Irsyad ini memiliki jiwa humor juga. Tak lama kemudian ustadzah Fatimah keluar.
“aih.. aih.. ini ada tamu begini ai si abbi mah kenapa ga bilang sama ummi”
“assalamualaikum bu” ucap akh Irsyad.
Langsung saja aku dan ukh Zahra mencium punggung tangan ustadzah Fatimah.
“walaikumsalam, darimana nak? Apa ini istrinya nak Irsyad ya? Ko ga bilang-bilang kalo ternyata sudah punya istri, dua lagi”
“hustt.. si ummi nih. Eta teh sanes istrinya Irsyad, tapi temannya dari bogor mi”
“oh temannya, tingkatkan lagi ikhtiarnya nak. Jodoh itu dijemput loh”
“si ummi nih kenapa jadi ngomongin jodoh sih, sok atuh bikinin minum dulu ini tamu-tamunya”
Yang dibicarakan malah senyum malu sendiri. Hihihi. Aamiin deh bu ustadzah, anggep aja do’a. Looh. tapi jleb juga kalo sudah bicara tentang pernikahan, sepertinya ane salah tempat nih bukannya sembuh dari galau eh malah pada ngomongin pernikahan.
-oOo-
Setelah menjelaskan bahwa memang sebenarnya aku dan ukh Zahra kesini bukan karena ingin berkunjung kerumah teman, akan tetapi karena memang perjalanan kami tanpa tujuan. Aku mengajak ukh Zahra untuk turun dari angkot yang kami naiki ketika melihat hamparan persawahan yang begitu indah. Akhirnya kami pun diizinkan untuk tinggal di pesantren milik ustadz Ali selama disini. Aku dan ukh Zahra mengikuti semua agenda para santriwati di pesantren ini. Sebulan berlalu, tibalah aku pada satu malam.
Kriing.. kring.. ponselku berdering.
From: +6285778513*** (tanpa nama)
“kebahagiaan oleh cinta tidak dapat ditolak oleh kekuatan apapun didunia ini. Kamu tidak akan mendapat manisnya cinta sebelum kamu merasakan pahitnya kesabaran dan sedihnya kesulitan. Jangan kasihani aku, karena kasihan itu hanya setengah keadilan, satu-satunya kebebasan didunia ini adalah cinta –KG-“
Nomor tanpa nama yang mengirim pesan singkat kepadaku. Pesan yang membuat hatiku terkejut membacanya. Masih terpaku diriku dengan ponsel ditanganku, tak lama ponselku berdering lagi. Ternyata disusul oleh sms dari ummi,
From: +628979718*** (ummi)
“assalamualaikum, anakku sudah hampir sebulan abbi dan ummi menunggu jawaban darimu nak. kami harap Isti memilih dengan tepat, karena kami hanya ingin yang terbaik untukmu nak”
Duaaaarrrr.. seolah patung yang hancur diterpa badai, badanku lunglai, hatiku tak kuasa untuk menjawab pertanyaan ummi.
To: +628979718*** (ummi)
“walaikumsalam, iya mi. ummi sama abbi sabar dulu ya. Setelah mendaki nanti inysaAllah Isti sudah memiliki jawabannya mi. maafkan Isti ya mi”
Dengan segala kebingungan yang menyelimutiku malam ini, aku balas pesan dari ummi. Dan segala kebingungan diriku tentang nomor tanpa nama yang selama ini mengirimkan pesan-pesannya tentang syair-syair Kahlil Gibran.
-oOo-
Saat pendakian tiba..
Aku, ukh Zahra dan beberapa santriwati serta para santri yang jumlahnya tidak lebih banyak dari santriwati yang hanya 7 orang, akh Irsyad pun ikut dalam pendakian ini. Kami mengadakan pendakian ke salah satu gunung yang ada didekat desa. Tidak tinggi, hanya 1206 mdpl. Mungkin ini agenda terakhirku didesa ini. Beragam rasa, cerita, kejadian dalam pendakian yang menghantarkan aku dan teman-teman menuju puncak. Tentu pun beragam kejadian, cerita, dan cinta selama menjadi musafir disini. J
Agenda terakhir yang begitu mengesankan. Agenda terakhir ini yang selanjutnya membawaku kembali pada suasana kereta yang menyuguhkan berbagai macam keindahan dalam pandangan mataku. Hamparan sawah membentang luas, tak lupa saung sederhana serta suara tiupan suling.
Dan setelah hampir kurang lebih 3 jam aku dan ukh Zahra tiba kembali di kampus tercinta pada pukul 15.30 sore. Ketika berjalan kaki dari stasiun menuju kampus, aku melihat sepasang mata menyorotiku tajam. –Ka Yusuf mantan presma itu- yang sedang duduk di warung dekat stasiun.
Kring.. kring.. semoga bukan nomor tanpa nama lagi, pikirku.
From: +6289604628*** (tanpa nama)
“keindahan matamu membuat pandanganku tentang kehidupan menjadi tidak lagi suram. Untuk kamu ketahui, hanya Tuhan, kamu dan aku yang tahu apa yang ada didalam hatiku –KG-”
Kali ini kubalas hanya dengan emoticon,
To: +6289604628*** (tanpa nama)
:-) :-( “
Namun tak ada balasan.
-oOo-
Liburan yang tinggal seminggu ini pun aku habiskan dirumahku tercinta –Jakarta-. Aku kaget setelah mendengar bahwa ummi masuk rumah sakit kemarin, beberapa hari setelah aku pulang dari petualanganku. Langsung saja setelah sampai di Jakarta aku langsung pergi menuju rumah sakit, sakit ummi tak seringan yang kubayangkan ternyata. Ummi telah dirawat hampir 4 hari di rumah sakit Cipto Mangunkusumo. Ya Allah semoga ummi baik-baik saja dan segera sembuh.
”Assalamualaikum abbi, gimana keadaan ummi” aku sangat-sangat khawatir dengan kondisinya. Sudah banyak sekali orang diruangan ini, paman dan bibiku banyak yang hadiri disini. Ruangan ini sangat menekan batinku kuat sekali. Dan seketika membuat ruang batinku bertanya-tanya.
“abbi, paman, ummi sakit apa?” dengan wajah yang pucat pasi aku bertanya.
“nak”
Suara lemah ummi memanggilku.
“iya mi”
kelopakku sudah tak kuat lagi membendung air mata. Menetes.
“nak yusuf, ini putriku. Ia telah berjanji kepadaku akan menjawabnya” aku sedikit bingung.
“Mi, apa calon suami yang ummi pilihkan adalah ka Yusuf?”
Aku sangat kaget sekali dan bertanya-tanya mengapa ka Yusuf –mantan presma itu- ada diruangan ini. Orang yang jelas-jelas selama ini aku rasa membenciku. Selalu berpandangan sinis terhadapku, apalagi terhadap statusku sebagai aktivis dakwah kampus. Lalu mengapa ia ada disini. Mengapa ummi bisa kenal dengannya? Dan masih banyak lagi pertanyaan dalam benakku.
Kring.. kring.. -1 pesan masuk- lagi-lagi dalam keadaan seperti ini pun ia mengganggu.
From: +6285778513*** (tanpa nama)
“kebahagiaan oleh cinta tidak dapat ditolak oleh kekuatan apapun didunia ini. Kamu tidak akan mendapat manisnya cinta sebelum kamu merasakan pahitnya kesabaran dan sedihnya kesulitan. Jangan kasihani aku, karena kasihan itu hanya setengah keadilan, satu-satunya kebebasan didunia ini adalah cinta –KG-“
Nomor tanpa nama dan sajak yang dikirim ini kurasa sama seperti yang dikirim ketika aku sedang dipondok pesantren pak ustadz Ali.
“maaf ka sebelumnya saya ingin bertanya apakah selama ini kakak yang selalu mengirimi saya sajak-sajak Kahlil Gibran, dan dengan nomor-nomor yang berbeda pula?”
“Assalamualaikum”
Tiba-tiba dari pintu muncul orang yang tak asing bagiku. Ustadz Ali dan ustadzah Fatimah, akh Irsyad juga? Ini sebenarnya ada apa.  Ya Allah ku serahkan semua pada-Mu. Saat itu aku benar-benar bingung.
“walaikumsalam” serentak kami semua menjawab.
“nak Isti tak perlu bingung, calon yang ummi Nak Isti pilihkan bukankah orang yang sembarangan. InsyaAllah berakhlak mulia dan baik, seorang pemimpin yang bijaksana” tutur pak ustadz Ali.
Tidak salah pasti mantan presma itu yang dijodohkan ummi denganku -_-. Semua bagaimana ummi saja, aku harus bisa menerima apapun yang ummi pilihkan.
“sebenarnya saya agak tidak enak hati juga ini, melakukan proses pengkhitbahan dirumah sakit dengan kondisi ibu yang sedang sakit” begitu ucap pak ustadz.
”tidak apa pak ustadz” sahut ummi.
“maaf ummi sebelumnya Isti memotong pembicaraan ummi, ko ini tiba-tiba langsung proses pengkhitbahan ya? Tanpa ta’aruf terlebih dahulu? Memangnya calon suamiku itu siapa mi?” protesku.
Ya Allah, lalu cinta yang semakin subur ini apakah harus aku cabut dari hatiku. Sesungguhnya Engkaulah sang maha pembolak-balik hati, berikanlah petunjukmu.
“anakku, calonmu ya itu yang barusan datang bersama pak ustadz Ali. Kenapa? Apa ga cocok sama pilihan ummi dan abbi”
“maksud ummi akhi Irsyad kah?”
“iyah ukh, calon suamimu itu ya akh Irsyad. Bukan saya, saya hanya manusia kotor yang sedang mencoba bersuci kembali. Kebetulan dahulu saya pernah mondok di pesantren ustadz Ali, karena ustadz Ali tahu jika saya kuliah di IPB. Maka beliau meminta tolong kepada saya untuk mencari tahu tentang ukhti, dimana rumah ukhti, dan siapa orangtua ukhti. Afwan ini hanya sebagai permintaan maaf saya juga terhadap pak ustadz karena dahulu saya sempat kabur dari pesantren” begitu penjelasan ka Yusuf.
“nah itu penghulunya sudah datang” perkataan bapak membuat ku semakin kaget saja.
Rencana awal memang hanya pengkhitbahan, akan tetapi ummi yang meminta agar langsung proses akad saja. Lagi-lagi semua ini sangat mengejutkan diriku.
-oOo-
Setelah akad berlangsung, kini aku dan akh Irsyad telah menjadi sepasang insan yang sangat bahagia. Aku tak pernah menyangka, cinta yang selama ini tumbuh subur dalam hatiku, cinta yang diam, sunyi, rahasia. Cinta yang membuatku jatuh cinta terhadap mujahid Allah yang istiqomah di jalan-Nya.
Akh Irsyad mencium keningku didepan ummi, abbi, serta semua orang yang ada diruangan ini. Ya Allah, ternyata Engkau jawab do’aku selama ini dengan jawaban yang paling indah.
“jadi yang selama ini menggangguku dengan sms-sms itu antum akh?”
Akh Irsyad hanya tersenyum tanpa jawaban. Semua yang ada diruangan ini pun ikut merasakan kebahagiaanku. Terutama senyum tulis yang terpancar dari wajah ummi.
-oOo-
Keesokan harinya, aku dan suamiku berjalan-jalan disekitar taman dekat rumahku.
“Ukhti, ana mencintai anti pada pertemuan pertama kita. Dan sejak saat itu ana selalu meminta pada Allah agar tetap menjaga iman ana sampai pada waktunya tiba. Alhamdulillah Allah menakdirkan kita berjodoh, dan semoga kelak bersama hingga jannah-Nya kita berjuang dalam dakwah ini”
“maafkan ana, karena sebelum menikah dengan akhi. Ana pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda dan ana ingin menikah dengannya”
Lalu suamiku kaget dan bertanya,
“dan apakah ukhti menyesal telah menikah dengan ana?”
“pemuda itu adalah antum, akh”
“apa bisa mulai saat ini ukhti memanggil ana dengan panggilan sayang?”
“tentu saja kanda sayang, ana sangat bersyukur sekali pada Allah karena Allah telah memberikan ana imam yang sempurna dalam sempurnanya berjuang dijalan dakwah yang terjal ini”
“dinda, seharusnya ana yang beruntung karena bisa menjadi suami dinda. Allah telah memberikah mujahidahnya kepada ana. Sungguh, janji Allah itu adalah nyata”
Dan disore itu, berakhir dengan senja yang begitu menakjubkan. Satu dari sekian banyak ciptaan Allah dibumi ini. Dan salah satunya adalah mujahid yang telah Allah berikan untukku, yaitu suamiku. Semoga Allah senantiasa menguatkan aku dan suamiku untuk tetap istiqomah dalam dakwah ini.

Sabtu, 01 Maret 2014

SERUAN ANTI GOLPUT DAN MONEY POLITIC



Tak kurang dari 2 bulan menjelang pemilu 2014, banyak sekali partai politik yang berkampanye menyuarakan dukungannya untuk mengajak masyarakat memilih calon yang mereka usung. Baik dari tataran calon legislatif hingga calon presiden. Akan tetapi yang menjadi pertanyaan apakah masyarakat awam yang notabenenya dari golongan menengah kebawah mengerti dan paham tentang hakikat pemilu yang sebenarnya, dari faktanya selama ini pemikiran masyarakat tentang pemilu adalah ladang untuk mencari uang, tak paham bahwa pemilu adalah momentum mereka dalam memilih pemimpin yang menyejahterakan kehidupan rakyat. Maka tak jarang ketika telah terpilih menjadi penguasa dalam parlemen, banyaklah kasus-kasus korupsi yang melilit para penguasa seperti sekarang ini. Korupsi sudah bukan kasus yang aneh lagi di Negara Indonesia, pada akhirnya pun jeritan rakyat sudah tak berarti apa-apa lagi ditelinga para pemimpin kita saat ini. Lalu apakah pemilu ditahun ini akan sama dengan pemilu-pemilu sebelumnya, hanya dijadikan ladang untuk mencari uang yang tak seberapa itu. Uang yang masuk kantong masyarakat yang tak banyak dan hanya cukup untuk membeli bakso satu mangkuk dan satu gelas es cendol. Namun hasilnya rakyat akan menderita selama bertahun-tahun. Maka dari itu, mulai detik ini mari kita bersama-sama menolak suap uang dari para calon yang akan menduduki parlemen dalam pemerintahan Indonesia selanjutnya. Belum lagi mereka yang menyebut dirinya golongan putih. Siapa sih yang dimaksud dengan golongan putih itu? mengapa disebut golongan putih?
Golongan putih atau yang lebih sering kita dengar dengan istilah golput merupakan golongan orang-orang yang katanya tidak mau datang ke TPS hanya untuk mencoblos salah satu dari banyak foto-foto gagah para calon pemimpin bangsa Indonesia. Selama ini mereka yang mengaku dirinya bagian dari golongan putih adalah mereka yang kebanyakan dari kalangan orang-orang cerdas dan memiliki tingkat intelektual yang tinggi. Jika masyarakat awam menjadikan pemilu sebagai momentum dalam mencari uang apakah para intelektual yang notabenenya cerdas dalam mengkritik pemerintahan di Indonesia akan menjadi golongan putih? Lalu mengapa orang yang memiliki intelektual tinggi justru lebih memilih menjadi golongan putih? Itulah fakta nyata yang selama ini menjadi penyakit pada sebagian rakyat Indonesia. Jelas saja jika pemimpin yang terpilih adalah pemimpin yang abal-abal, wong yang pada cerdasnya saja tak mau menyumbangkan suaranya. Satu suara kita dalam pemilu memanglah sepele, melihat negara Indonesia adalah negara yang memiliki jumlah penduduk yang padat. Tetapi jika semua orang berpikir seperti itu maka angka 1 tersebut akan menjadi angka 10, 100, 1000, bahkan satu juta orang. Bisa dibayangkan sendiri akan semakin banyak orang-orang yang menyatakan diri sebagai golongan putih. Dan bisa dibayangkan pemimpin seperti apa yang akan terpilih untuk memimpin negeri Indonesia yang kaya ini. Masih betah jadi golongan putih? Udah ga gaul jagi golongan putih, so jadilah masyarakat yang aktif untuk memilih para pemimpin bangsa ini.
#YukMemilih
#GerakanAntiGolput